Hubungan Erat atau Rivalitas? Ini Tantangan Dunia di Tengah Pandemi COVID-19


 Kemelut di antara Amerika Serikat dan China bukan hanya bergelut sekitar perang ekonomi saja. Waktu Virus Corona COVID-19 menebar ke penjuru dunia, China jadi target dari dakwaan ini semua.

sabung ayam online mudahnya menang dalam taruhan judi ayam

Masalahnya di akhir 2019 virus misteri diketemukan di Wuhan, China yang sekarang diketahui selaku Corona COVID-19. Ini menambahkan daftar kemelut di antara AS-China.


Dalam Sidang Umum PBB September 2020, menyerbu China dengan mengatakan selaku dalang wabah. China dipandang biarkan masyarakatnya liburan hingga mengakibatkan virus itu beralih.


Tidak cuman China, Donald Trump menyerbu Organisasi Kesehatan Dunia, WHO. Dia menyebutkan WHO yang dia kira ada di bawah kendalian Tiongkok.


Oleh karenanya Trump menyebutkan WHO tidak berani memberikan perlakuan apa saja ke China. Di periode wabah Corona COVID-19 ini terang seluruh terdampak.


Tidak cuma masalah ekonomi dan kesehatan, tetapi jalinan kerja sama dunia. Pertanyaannya, apa dunia bisa jalankan kerja sama di tengah-tengah wabah yang dalam contoh masalah -- seperti AS-China -- alami perang dingin?


Kevin Rudd, bekas Pertama Menteri Australia menyebutkan jika apa yang berlangsung dengan AS dan China sekarang ini tidak dapat diidentikkan seperti jalinan AS dan Uni Soviet di masa lampau.


"Berbicara masalah frasa ini, masalah AS-China. Bahkan juga sampai ini hari, saya tidak dapat cirikan itu seluruh seperti jalinan AS dan Uni Soviet sepanjang Perang Dingin," tutur Kevin Rudd dalam Global Town Hall 2020 untuk sesion Geopolitical Reset: Is a World of More Cooperation, Less Pesaingry Possible?, Jumat (20/11/2020).


Walau demikian, Kevin Rudd tidak menolak jika Wabah COVID-19 dapat mengakibatkan beberapa rintangan kerja sama dunia baik bilateral atau multilateral.


"Wabah COVID-19 akan mendatangkan rangkaian rintangan geo-politik yang makin kompleks," tutur Kevin Rudd.


Kevin Rudd menambah jika beberapa negara yang lain ada pada kondisi jalinan China-AS akan hadapi rintangan geopolitik yang lebih kompleks.


"Untuk dasawarsa kedepan, saya anggap jadi penting untuk beberapa negara ke-3 membenahi peluang kemelut di antara dua kemampuan besar, China dan Amerika Serikat," kata Rudd.


Dalam sesion itu datang juga Bekas Menteri Luar Negeri RI Marty. Dia sampaikan dalam masalah ini, setiap negara harus memberi respon keadaan secara baik. Khususnya kemelut di antara jalinan Amerika Serikat dan China.


"Ini ialah rintangan besar yang di menghadapi oleh beberapa negara di Asia, diantaranya ialah Indonesia," tutur Marty.


"Salah satunya langkah untuk menanggapi rintangan ini yakni setiap negara harus berdiri di tengah tak perlu berpihak siapa saja," sambungnya.


Dalam pengakuannya, rintangan itu bisa juga ditangani dengan menghitung resiko dari setiap opsi yang ada. Menghitung tiap kejadian kecil secara cepat hingga tidak berkembang dan jadi kritis besar.


Marty menjelaskan jika beberapa negara di Asia Tenggara seperti Indonesia dapat mempromokan perilaku yang dapat dipercaya.


"Nilai yang perlu bisa dibawa oleh beberapa negara seperti Indonesia ialah bagaimana triknya bisa menolong membuat kestabilan di tengah-tengah persaingan China-AS," kata Marty.


"Banyak negara harus juga tawarkan referensi peraturan yang jelas. Ini dikerjakan tidak cuma untuk China dan AS, tetapi dinamika bilateral di teritori, seperti China-India dan China-Jepang," sambungnya.


Saat itu, dibalik semua kekisruhan dua negara dengan ekonomi besar, Kishore Mahbubani yang disebut periset di Asia Research Institure (ARI) sampaikan sepantasnya banyak dengan berpadu cari jalan keluar.


"Satu saran kecil. Tanya diri Anda pertanyaan simpel bagaimana kita (negara Asia) jadi game changers. Seluruh negara harus berpadu dalam memberantas COVID-19 yang telah membunuh beberapa orang," tutur Mahbubani.


"Bila ini kita kerjakan bersama, karena itu kita akan kembali pada kehidupan normal. Itu ialah hal yang sepantasnya kita kerjakan. "


"Kita tidak dapat pasif, kita perlu proaktif dalam menangani persoalan ini."


Pendiri Foreign Kebijakan Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal positif terkena Virus Corona Covid-19. Dia alami masalah pernafasan dan keadaan yang makin lebih buruk membuat harus dibawa ke RSPAD pada Selasa, 15 September 2020.


Postingan populer dari blog ini

The COI was not Margaret Thatcher’s loudhailer, my new bosses told me;

Sporting activities that demand cardiovascular endurance

Fuelling instability